Home » » Sejarah Imlek dan Kesamaan Budaya Imlek dengan Islam

Sejarah Imlek dan Kesamaan Budaya Imlek dengan Islam

INFO.OI - Asal Usul Imlek - Dalam sebuah legenda budaya-budaya imlek ini berangkat dari berbagai legenda, berbagai macam pendapat, ada yang mengatakan dari seekor raksasa yang bernama Nian dan lain sebagainya. Apakah ada kesamaan antara budaya imlek dengan islam? Berikut ini Perpustakaan Online Blogger Indonesia rangkum langsung dari ceramah agama yang disampaikan oleh Ust. Koko Liem, SQ dalam Acara Damai Indonesiaku (TVOne) pada tanggal 14 Februari 2010 yang berlokasi di Masjid Nurussalam, Beji – Depok seputar Asal usul perayaan imlek dan kesamaan budaya imlek dengan islam.
Masalah imlek adalah masalah kultur budaya china, memang ada sebuah khaul yang mengatakan “Uthlubul ‘ilma walaw bis-siin” Tuntutlah ilmu walaupun ke negeri China. Berbicara masalah budaya china masuk ke Indonesia diawali oleh seorang yang bernama Panglima Cheng Ho, bukan hanya ilmu bisnisnya yang diajarkan di Indonesia tetapi juga mengajarkan, menyebarkan agama Islam. Ketika Muhammad Cheng Ho menjadi khotib di Indonesia beberapa kali juga setelah itu beliau membangun masjid, disamping beliau membangun masjid juga beliau toleransi kepada agama yang lain, Bapak Muhammad Cheng Ho pernah membantu sahabatnya yang lain di luar agama islam membangun Kuil. Artinya apa? Toleransinya “toleransi social”.
Islam adalah agama yang sangat toleransi, tetapi yang dikatakan tadi, toleransinya toleransi pluralism sosial. Lihat al-Qur’an sebagai tuntunan kita bukan tontonan kita. Di dalam Surat Ali Imron ayat 112 Allah SWT sudah mengajarkan kita “Manusia akan tertimpa kehinaan dimanapun saja dia berada”. Manusia dimanapun berada akan tertimpa kehinaan dan kalau manusia tidak mau tertimpa kehinaan, Allah telah memberikan 2 (dua) solusi yaitu hubungan manusia sama Allah harus baik, artinya hubungan makhluk sama sang Pencipta harus terjalin dengan baik “Hablumminallah” dalam Islam dikatakan Ibadah. Setiap agama pasti dianjurkan hubungan manusia sama Tuhan harus terjalin dengan baik, ini namanya pluralism teologi. Yang kedua berhubungan baik dengan sesama manusia “Hablumminannaas”. Hubungan sama Tuhan harus baik, hubungan sesama juga harus baik, baru tidak tertimpa kehinaan.
Konteknya Hablum minannaas. Kalimatnya apa? “Nas” Manusia, Allah tidak mengatakan “Hablum minalladziina aslamuu” berhubungan baik saja bersama orang-orang yang beragama islam “tidak”, tetapi Allah mengatakan Hablum minannass “berhubungan baik dengan sesama manusia” artinya dalam konteks permasyarakatan, dalam konteks persosialisasi kita dihadapan Tuhan semuanya sama jangan pernah membeda-bedakan agama, budaya, etnis dan sebagainya. Yang boleh berbeda Cuma satu “hablumminallaah” kalau hubungan manusia dengan Tuhan itu sudah pluralism teologi, hubungan manusia sama Tuhan, Islam pun mengajarkan Lakum diinukum wal yaddiin “Agamamu agamamu – agamaku agamaku” Tidak ada toleransi dalam hubungan manusia sama Tuhan Islam pun mengajarkan, yang Islam silakan ke masjid dan mushola, Hindu silakan ke Pura, Kristen silakan ke Gereja, Budha silakan ke Wihara Itu “Hablum minallaah” kita masing-masing, tapi hablumminannas “kita dihadapan Tuhan semuanya sama”
Impek itu budaya, kita lihat imlek itu adalah tahun baru China, tanggal lunaf. Kalau orang china, orang thiong hoa dulu di tiongkok dan sebagainya itu punya kalender sendiri (Kalender China). Dimusim semi setiap pergantian tahun itu namanya tahun baru tepatnya imlek dan imlek ini adanya di Indonesia saja. Kita lihat dari budaya imlek, latar belakang imlek seperti apa?
Dalam sebuah legenda budaya-budaya imlek ini berangkat dari berbagai legenda, berbagai macam pendapat, ada yang mengatakan dari seekor raksasa yang bernama Nian. Nian itu selalu muncul ketika di musim semi dan memangsa manusia. Waktu itu ketika lagi memangsa manusia disamping perkampungan ada perkampungan pohon bambu yang meledak dan mengeluarkan api yang dahsyat dan suara yang sangat dahsyat kemudian Nian lari terpontang panting. Maka dari itu budaya imlek identik dengan dentuman, petasan atau mercon, dan warna-warna merah.
Kesamaan budaya imlek dalam islam itu ada, tapi kalau sudah masalah ritual seperti kalau imlek orang itu selalu berdoa untuk arwah leluhur itu sudah Hablumminallah kita tidak boleh, tapi dalam Hablumminannas tidak apa-apa. Itulah Islam itu Rahmatan lil ‘aalamiin.
Budaya imlek identik dengan angpau dan ini hanya budaya. Boleh ga kalau orang muslim menerima angpau? “Boleh” siapa sih yang tidak mau di kasih duit. Angpau itu hanya kreatifitas atau aktifitas di dalam memperingati tahun baru imlek, didalamnya ada pembagian angpau. Kita lihat kata “ANGPAO” Ang (merah), Pao (bungkusan/amplop). Jadi kalau dapat angpao dan warna amplopnya berwana putih itu namanya bukan angpao tapi pengpao. Ini hanya budaya, tujuannya dibagikan dari yang sudah berkeluarga untuk mereka yang belum berkeluarga, seperti anak-anak tujuannya untuk memberikan support, semangat agar masa depannya lebih cerah.
Makanya budaya Thiong Hoa identik dengan merah. Bukankah merah itu kebanggaan Rasulullah, sampai rasulullah mengatakan “Wahai istriku yang pipinya kemerah-merahan”. Adalagi budaya imlek (bukan ritual ibadah) ketika memperingati datangnya tahun baru imlek orang Thiong Hoa sudah melunaskan terlebih dahulu hutang-hutang di tahun yang lalu, Islam juga mengajarkan kalau anda mempunyai hutang maka selesaikanlah terlebih dahulu, cepat-cepat melunasi hutang. Karena ada Rasul mengatakan “Al-Ajlatu minasy-syaithan” (tergesa-gesa itu perbuatan setan) tapi ada tergesa-gesa yang dianjurkan yaitu menguburkan orang Islam yang sudah meninggal, punya hutang cepet-cepet bayar, punya anak gadis sudah akhil baligh cepet-cepet nikahkan.
Yang kedua, didalam memperingati tahun baru imlek ada budaya dianjurkan tidak berkata-kata yang jelek, selalu berkata yang baik, Islam juga mengajarkan “Mankaana Yu’minu Billaahi Wal Yaumil Akhir Fal Yadkhul Khairan Auliyasmuth” Barang siapa yang mengatakan dia beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka keluarkanlah kata-kata yang baik. Karena perkataan yang tidak baik menurut budaya etnis Thiong Hoa itu akan mendatangkan nasib yang sial, dapat juga tidak baik dan Islam juga jelas mengajarkan dan semua ada di dalam agama Islam. Islam mengajarkan “In Ahsantum Ahsantum Li’anfusikun Wa in ‘asa’tum falahaa” Ketika kita berbuat kebaikan-kebaikan pasti kembali buat diri kita sendiri.

0 komentar:

Download

Popular Posts

Arsip Blog

Sample Text