السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُ
Pak Ustad ada yang mau saya tanyakan, apakah benar apabilamenikah
pada saat pertengahan antara bulan Syawal dan Dzulhijjah kurang bagus?
Karena rencananya saya akan menikah di antara kedua bulan itu.Mohon jawabannya segera ya Pak Ustadz.
Sekian dan terima kasih atas jawabannya.
Waalaikumussalam Wr. Wb.
Saudara Hermand yang dimuliakan Allah SWT.
Sesungguhnya keyakinan sebagian orang bahwa pernikahan yang dilakukan
diantara bulan syawal dan dzulhijjah kurang bagus atau membawa kesialan
adalah keyakinan jahiliyah yang tidak memiliki dasar sama sekali di
dalam Islam.
Bahkan hal tersebut dibantah langsung oleh perbuatan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang menikahi ‘Aisyah dan menggaulinya pada bulan Syawal, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dari ‘Aisyah dia berkata; "Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam menikahiku pada bulan Syawal, dan
menggauliku pada bulan Syawal, maka tidak ada di antara istri-istri
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang lebih mendapatkan
keberuntungan daripadaku."
Imam Muslim menamakan salah satu bab didalam kitab shahihnya dengan
“Anjuran Menikah dan Menikahkan di Bulan Syawal”. Imam Nawawi didalam
“Syarh” nya mengatakan bahwa didalam hadits tersebut terdapat anjuran
untuk menikahkan, menikah dan menggauli pada bulan syawal. Sebagian
sahabat kami —ulama Syafi’i— menyatakan anjuran tersebut.
Mereka berdalil dengan hadits ini. Dan Aisyah r.a dengan perkataan
ini bermaksud menjawab apa yang terjadi pada masa jahiliyah dan apa yang
dikhayalkan sebagian orang awam hari ini bahwa makruh melangsungkan
pernikahan, menikahkan atau menggauli di bulan syawal, sungguh ini
sebuah kebatilan yang tidak memiliki dasar. Ia adalah peninggalan
jahiliyah. (Shahih Muslim bi Syarh an Nawawi juz V hal 131)
Dan keyakinan bahwa pernikahan di bulan tersebut adalah kurang baik,
membawa kesialan, keburukan atau sejenisnya maka termasuk kedalam
perbuatan syirik yang dilarang Allah SWT karena menghilangkan
ketawakalan kepada Allah SWT.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud ia berkata; Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Thiyarah (menggantungkan nasib)
adalah syirik dan tidaklah dari kami kecuali Allah menghilangkannya
dengan tawakkal."
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amru, dia berkata; Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: "Barangsiapa tidak melanjutkan
aktifitas kebutuhannya karena thiyarah (tahayul, beranggapan sial karena
melihat burung atau yang lainnya) maka sungguh ia telah berbuat
syirik." Para sahabat bertanya; "Lalu apakah yang dapat menghapuskannya
wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "hendaklah ia berdo’a; ALLAHUMMA LAA
KHAIRO ILLA KHAIRUKA WALAA THOIRO ILLA THOIRUKA WALAA ILAAHA GHOIRUKA
(Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan yang datang dari-Mu, dan
tidak ada nasib baik kecuali nasib baik yang datang dari-Mu, dan tidak
ada Ilah selain-Mu."
Wallahu A’lam.