IPD, Penyakit Pembunuh Mematikan Bagi Balita.
Walaupun telah diberikan antibiotik yang sesuai, penyakit Invasive
Pneumococcal Disease (IPD) atau penyakit yang disebabkan oleh bakteri
streptococcus pneumonia (pneumokokus), masih menjadi pembunuh nomor dua
di Indonesia setelah diare.
“Penyakit IPD menyebabkan angka kematian yang
tinggi, sebesar 15-20 persen. Kasus tertinggi IPD terjadi pada
anak-anak di bawah 2 tahun,” ungkap Kusnandi Rusmil, Ketua Unit
Koordinasi Kerja bidang Tumbuh Kembang IDAI dalam seminar Cegah Penyakit
Berbahaya: IPD dan Diare Rotavirus pada Anak yang diselenggarakan di
Bandung, Kusnandi mengungkapkan berdasarkan Riskedas 2007, pneumonia merupakan
penyebab kematian nomor dua pada anak di bawah empat tahun, tertinggi
yaitu 23,8 persen, setelah diare. IPD adalah penyakit invasif terjadi
ketika bakteri terdistribusi masuk ke dalam darah atau berkoloni pada
jaringan steril.
Peradangan pada jaringan paru akibat infeksi kuman, dan menyebabkan
gangguan pernapasan. Bersifat fatal karena dapat menyebabkan kematian
karena paru-paru tidak dapat menjalankan fungsinya untuk mendapatkan
oksigen bagi tubuh.
“Sementara meningitis adalah radang pada selaput pelindung yang
menutupi otak dan sumsum tulang belakang,disebut sebagai meningen.
Peradangan ini dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau
mikroorganisme lainnya. Meningitis bisa mengancam jiwa karena
kedekatannya peradangan ke otak dan sumsum tulang belakang, sehingga
kondisi ini diklasifikasikan sebagai darurat medis.
“Gejala meningitis disebabkan bakteri adalah demam,penurunan
kesadaran, dan kuduk menjadi kaku. Pada bayi, gejalanya sering tidak
khas berupa demam, suhu justru turun, lemas, sulit minum, muntah, diare,
sesak napas, kejang, dan atau ubun-ubun besar menonjol. Pada anak lebih
besar, anak mengalami demam, nyeri kepala, mual, muntah, kebingungan,
dan lemah. Gejala kaku kuduk ditemukan pada 75 persen anak. Akhirnya
anak dapat meninggal,” ungkapnya.
Kematian terjadi pada 10-80 persen anak, tergantung umur anak,
penyebab, kecepatan pengobatan dan lain-lain. Di antara kasus yang
hidup, sebanyak 50-80 persen mengalami kecacatan berupa kelumpuhan,
gangguan pendengaran, kurang kemampuan belajar, keterbelakangan mental
dan epilepsi
Meningitis dapat diobati dengan pemberian antibiotika secepatnya.
Namun pencegahan lebih baik daripada pengobatan. Meningitis dapat
dicegah dengan vaksin Hib dan Streptococcus pneumonia.
“Untuk mendapat perlindungan yang baik, sesuai rekomendasi IDAI
(Ikatan Dokter Anak Indonesia) vaksin harus dimulai sedini mungkin sejak
anak berumur 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan. Kemudian dilakukan ulangan
satu tahun kemudian. Pencegahan terhadap meningitis dapat menurunkan
angka kematian pada bayi dengan signifikan,” imbuhnya.
0 komentar:
Posting Komentar