Home » » Apa itu Redenominasi Rupiah ?

Apa itu Redenominasi Rupiah ?

Arti Redenominasi Rupiah Yang Harus Anda Ketahui - Pembahasan rencana Pemerintah untuk melakukan redenominasi rupiah sepertinya sedang dimulai dari sekarang. Sebenarnya apa arti dari Redenominasi rupiah itu? Saya yakin masyarakat awam masih banyak yang belum paham, karena itulah kali ini saya akan menjelaskan arti redenominasi rupiah dan hal-hal yang perlu Anda ktahui tentang redenominasi rupiah.

Redenomiasi rupiah adalah penyederhanaan nilai mata uang atau dengan kata lain pengurangan nilai mata uang, tetapi tidak mengurangi nilai tukar dari mata uang yang dikurangi tersebut.

Sebagai contoh Nilai Mata Uang Rupiah Rp. 1.000,- (seribu rupiah) nantinya akan menjadi Rp. 1,- (satu) rupiah saja, Rp. 10.000,- akan menjadi Rp. 10,- (intinya nilai mata uang sekarang dikurangi dengan tiga digit nominal). Memang saat ini masih ada pembahasan, berapa digit yang akan dihilangkan. 3 digit atau 2 digit.

Walaupun hal ini baru merupakan wacana saja karena pemerintah juga belum menyetujuinya, tetapi pastinya hal ini akan menjadi perbincangan di mana-mana. Baik itu ditingkat pebisnis kelas kakap sampai pedagang kecil kelas teri. Tak dapat dibayangkan betapa lama dan repotnya sosialisasi yang harus dilakukan jika nantinya program redenominasi rupiah tersebut betul-betul dilaksanakan. Belum lagi terkait biaya yang harus dikeluarkan sebagai pengganti uang rupiah lama dengan yang baru.


Rencananya redenominasi rupiah ini akan dilaksanakan secara penuh pada tahun 2022 nanti dan untuk masa sosialisasinya akan dilaksanakan secara bertahap mulai tahun 2013 yang akan datang. Selama masa sosialisasi tersebut, akan digunakan 2 (dua) jenis mata uang rupiah yaitu rupiah lama dan rupiah baru.

Jadi selama masa transisi, masyarakat bisa memilih mau membayar barang dengan mata uang rupiah lama atau mata uang rupiah baru.

Dampak terhadap harga-harga barang.

Darmin Nasution., Gubernur Bank Indonesia (BI), dalam beberapa kesempatan menyampaikan bahwa redenominasi tidak akan berdampak terhadap kenaikan harga-harga atau inflasi karena tidak akan ada pennurunan nilai rupiah. Secara teoritis memang benar, namun tidak selalu demikian. Kenaikan harga-harga atau inflasi tidak selalu dipengaruhi oleh hitung-hitungan kuatitatif antara supplai uang dan suplai barang. Indflasi juga sangat dipengaruhi oleh ekpektasi dan sentimen pelaku pasar.


Meskipun sangat berbeda antara redenominasi dengan sanering, banyak anggota masyarakat yang nantinya belum dapat membedakan antara keduanya. Ketidaktahuan ini, begitu pula trauma sanering, bisa menimbulkan kepanikan bahwa uangnya akan merosot nilainya. Efek psychologi dari kepanikan membuat masyarakat “tidak percaya” memegang mata uangnya sehingga membelanjakan atau memborong barang seperti properti, emas, kendaraan dan barang berharga lainnya. Alhasil hukum penawaran permintaan terjadi dan harga-harga barang bisa naik. Penyebab lainnya bisa terjadi karena ulah pengusaha / pedagang yang mungkin “nakal” yang ikut-ikutan menaikan harga jual barang/jasa mereka karena beranggapan harga mereka terlalu rendah. Terakhir kenaikan barang yang menyebabkan inflasi bisa saja terjadi karena adanya fenomena pembulatan harga keatas, Barang-barang yang semula berharga Rp5.600-5.800, sekarang dipasang Rp6,-. Pembeli masih mengira ah cuma naik 40-20 sen.

Oleh sebab itu akan dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak agar tidak ada pihak-pihak yang mencuri kesempatan “menaikan harga” jual dagangan mereka karena tiba-tiba harganya “terkesan” murah. Contoh kita biasa makan steak klas kaki lima seharga Rp. 40,000 sampai dengan Rp. 50,000,-. Dengan adanya redenominasi mendadak harganya jadi “cuma” Rp.40-50 dan terkesan murah. Ketika harga steak dinaikkan menjadi Rp60-70 kita tidak segera menyadarinya bahwa harga sebenarnya sudah 70 ribu rupiah. Ini yang kemudian menjadikan hyper-inflasi.

Implementasi

Berbeda dengan sanering yang dilakukan secara mendadak tanpa pemberitahuan lebih dahulu, redenominasi harus dilakuakn secara pelan-pelan dan dipersiapkan sebaiknya-baiknay. Rencananya redenominasi rupiah ini akan dilaksanakan secara penuh pada tahun 2022 nanti dan untuk masa sosialisasinya akan dilaksanakan secara bertahap mulai tahun 2013 yang akan datang. Selama masa sosialisasi tersebut, akan digunakan 2 (dua) jenis mata uang rupiah yaitu rupiah lama dan rupiah baru. Jadi selama masa transisi, masyarakat bisa memilih mau membayar barang dengan mata uang rupiah lama atau mata uang rupiah baru.


Dari pengalaman beberapa negara yang sudah melakukan redenominasi diperlukan waktu minimal 10 tahun untuk implementasinya. Negara yang terakhir melaksanakan redenominasi, Turki, memerlukan waktu 10 tahun untuk merealisaikannya. Perinciannya:


  • 1 tahun untuk sosialisasi guna memberikan penjelasan yang seluas-luasnya tentang makna redenominasi.
  • 3 tahun berikutnya adalah masa transisi. Dalam masa ini dimasyarakat berlaku dua jenis mata uang, yang lama dan yang baru beredar bersama-sama. Dalam cetakan mata uang baru, dengan huruf yang tersamar masih bisa dibaca angka dalam mata uang lama. Jadi untuk mata uang baru Rp1,- tulisan Rp1.000 masih bisa terbaca.
  • 3 tahun berikutnya adalah masa penarikan uang lama dari peredaran. Dalam masa ini uang lama yang masuk ke BI tidak akan diedarkan lagi tapi diganti dengan uang baru. Penampilan masih sama, yaitu angka pecahan uang lama secara tersamar masih bisa dibaca,
  • 3 tahun terakhir masa penghapusan tulisan yang tersamar pada mata uang baru. Diharapkan pada akhir tahun ke 10 seluruh telah beredar uang baru yang bersih dari tulisan yang tersamar.
Pasti akan menimbulkan pro-kontra terhadap wacana ini. Terlebih dalam era reformasi ini hampir semua gagasan pemerintah selalu dilihat dari sisi negatifnya oleh mereka-mereka yang mengatasnamakan wakil rakyat. Kita tunggu saja kelanjutan berita redenominasi rupiah ini.

0 komentar:

Download

Popular Posts

Arsip Blog

Sample Text